Suatu masa di masa silam, aku pernah bertahan sekuat-kuatnya untuk seseorang. Bahkan separuh warasku abaikan. Aku menjadi apa pun asal bisa dengannya, agar semua yang kuinginkan dapat kumiliki. Waktu itu aku membutakan diri sebuta-butanya. Menjadi tuli untuk segala perkara yang melemahkan dada. Aku ingin dia, kuperjuangkan dia sekencang-kencangnya belari. Hingga, tersungkur aku setengah mati. Namun yang aku dapatkan adalah kenyaataannya dia tidak peduli.
Hari-hari patah dan kalah, hari-hari kecewa dan jatuh akhirnya kulalui juga. Panjang rentang waktu terasa. Nyatanya luka lebih dalam dari apa yang aku kira. Aku menenangkan diri berkali lipat dari patahhati patahhati sebelumnya. Dia tak hanya menghancurkan harapanku, dia juga mengajarkan betapa kejamnya perasaan yang dia miliki kepadaku. Dia membuat yang kuberikan dengan segalanya, dibalas hantam tangis sehina-hinanya. Ia campakkan begitu saja, hingga sepenuh latar bumi, sepalung lautan kukutukan sepi sepanjang hidupnya. Hari itu, usai sudah segala perkara. Kulepaskankan ia kepada semesta, matilah bersama sedih-sedih yang ia derita.
BOY CANDRA, dalam buku --Sebuah Usaha Melupakan.
Hari-hari patah dan kalah, hari-hari kecewa dan jatuh akhirnya kulalui juga. Panjang rentang waktu terasa. Nyatanya luka lebih dalam dari apa yang aku kira. Aku menenangkan diri berkali lipat dari patahhati patahhati sebelumnya. Dia tak hanya menghancurkan harapanku, dia juga mengajarkan betapa kejamnya perasaan yang dia miliki kepadaku. Dia membuat yang kuberikan dengan segalanya, dibalas hantam tangis sehina-hinanya. Ia campakkan begitu saja, hingga sepenuh latar bumi, sepalung lautan kukutukan sepi sepanjang hidupnya. Hari itu, usai sudah segala perkara. Kulepaskankan ia kepada semesta, matilah bersama sedih-sedih yang ia derita.
BOY CANDRA, dalam buku --Sebuah Usaha Melupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar