…setelah yang kedua atau ketiga, mungkin akuakan terbiasa…Hidup adalah ketidakpastian, begitu pula soal perasaan. Tidak ada jaminan sebuah hubungan bisa bertahan selamanya. Seseorang yang biasanya selalu ada atau yang kita anggap “satu-satunya” bahkan bisa pergi begitu saja.
Aku, kamu, atau kalian tentu paham bagaimana rasanya ditinggalkan. Meremang dalam kesepian sambil merutuki perihnya ditinggalkan seseorang yang jadi kesayangan.Patah hati, putuscinta, atau apalah namanya. Ketika datang untuk yang pertama pasti akan luar biasa sakitnya. Tapi,
jika suatu hari dia datang lagi, aku berjanji, rasanya pasti tak akan sesakit ini!
Untuk pertama kalinya, patah hati membuat diriku remuk redam. Hidup sepertinya berantakan, semua serba tak seimbang.
Tak seorang pun bersedia jadi pihak yang ditinggalkan. Merasakan hati yang remuk redam dan menjalani kehidupan yang serba berantakan. Jangankan melangkahkan kaki untuk melanjutkan hidup yang katanya sebuah perjalanan. Untuk berdiri tegak saja tak sanggup, aku limbung dan tak lagi seimbang.Ternyata, kembali mengakrabi kesendirian bisa membuat seseorang demikian ketakutan. Jika biasanya ada dia yang tak pernah luput dari pandangan, kini aku hanya bisa menatap diriku sendiri yang sedang ditimpa kemalangan. Aku sedang berduka, merutuki hubungancinta yang harus kandas begitu saja.
Di tengah turbulensi hidup yang sebenarnya tak diingini, aku menyadari tak ada pilihan lain kecuali bangkit dan mencoba bahagia lagi.
Bukannya mengada-ada, tapi ditinggalkan seseorang yang kitacintai itu sakitnya luar biasa. Kadang, terlintas di kepala tentang kemungkinan menyerah saja. Mengakhiri hidup atau memantapkan diri untuk melajang selamanya ketikacinta berhasil membuatku jera.Tapi, apakah hidup harus sebegitu tragisnya? Bukankah semua orang berhak merayakan hidupnya dan berbahagia. Jelas tak ada pilihan lain kecuali mengobati lukaku sendiri. Memaafkan diri dan berdamai dengan segala yang sudah terjadi. Merelakan dia yang memilih pergi dan enggan menitipkan hati.
Di titik ini aku semakin mengerti soal cinta. Perkara menyeimbangkan gejolak rasa, logika, dan prinsip-prinsip hidup yang tak seharusnya diabaikan begitu saja.
Aku percaya setiap kesulitan selalu datang sepaket dengan pelajaran. Di balik kesakitan yang terpaksa dirasakan, pasti ada kebaikan yang kelak bisa dimanfaatkan. Ya, meski harus menikmati perihnya, patah hati ternyata membuatku semakin mengerti tentangcinta dan hubungan dua manusia.Sekarang aku sadar bahwa hubungancinta bukan sekadar tentang dua manusia yang saling jatuhcinta dan tergila-gila. Lebih dari itu, perasaan yang bergejolak luar biasa ternyata tetap harus diimbangi dengan logika. Bahkan, perkara prinsip-prinsip hidup yang dipunya pun tak boleh diabaikan begitu saja. Semua harus bisa dikompromikan dengancara yang dewasa.
Cinta bukan kalkulasi Matematika.Akhir ceritanya pun tak melulu tentang dua orang yang menikah lalu hidup bahagia selamanya.
Soalcinta dan perasaan memang tak dapat diprediksi. Keduanya juga bukan hitungan angka yang hasilnya bisa presisi. Sebaliknya,cinta dan perasaan justru yang paling mewakili hukum ketidakpastian di bumi ini.Naif rasanya jika aku percaya bahwa semua kisahcinta akan berakhir bahagia. Terlebih, keliru jika aku menganggap bahagia hanya milik sepasang kekasih yang bisa menikah dan hidup berdua. Bagaimana pun, kebahagiaan itu banyak bentuknya. Kisahcinta yang akhirnya harus berakhir tragis itu pun sah-sah saja.
Bahagia dan menderita letaknya hanya berbeda sisi. Jika hati memang belum mengamini, lebih baik jika memilih sendiri.
Pengalaman patah hati tak perlu selamanya dirutuki. Toh, akhirnya aku mengerti bahwa pengalaman ini pula yang menempaku untuk semakin mawas diri. Karenanya aku mampu memahami bahwa kebahagiaan dan penderitaan sebenarnya hanya berdiri berbeda sisi.Buat apa mudah jatuhcinta dan menitipkan hati jika pada akhirnya harus tersakiti? Untuk apa berkorban atas dasarcinta yang begitu besar jika ujung-ujungnya menderita lagi? Bagiku, patah hati adalah sebuah titik balik. Sebuah momen refleksi yang mengingatkanku untuk lebih berhati-hati di kemudian hari.
Bukan berarti mati rasa, aku pun tak harus jera menjajal cinta. Tapi jika patah hati kelak terulang untuk kedua kalinya, aku pasti akan lebih tegar menjalaninya.
Di akhir hari aku menyadari bahwacinta memang salah satu hal yang bisa membuat manusia bahagia. Jadi, tak adil rasanya jika aku menyiksa diri sendiri dengan berjanji tak akan jatuhcinta lagi. Padahal, jatuhcinta sebenarnya hal yang lumrah dialami manusia sehari-harinya.Meski pernah merasakan sakit yang luar biasa, aku tak akan jera mencerapcinta. Bagaimana pun, hatiku tak seharusnya mati rasa hanya karena pengalaman putuscinta yang pertama kalinya. Anggap saja diriku sudah melewati level ujian yang pertama. Berbekal pengalaman dan pikiran yang semakin dewasa, aku siap menjajalcinta yang berikutnya.
Dan jika kelak harus merasakan putuscinta, aku pastikan rasanya tak akan sesakit yang sebelumnya…